• Sedekah
  • /
  • Cara Bersedekah yang Benar Sesuai Sunnah Agar Diterima

Cara Bersedekah yang Benar Sesuai Sunnah Agar Diterima

Bersedekah merupakan salah satu pilar amalan dalam Islam yang memiliki keutamaan luar biasa. Ia bukan sekadar tindakan memberikan sebagian harta, melainkan sebuah investasi abadi untuk kebahagiaan di dunia dan akhirat. Namun, agar amalan mulia ini tidak sia-sia dan benar-benar diterima di sisi Allah SWT, kita perlu memahaminya lebih dari sekadar transaksi materi. Ada adab, niat, dan prioritas yang harus dijaga. Mempelajari cara bersedekah yang benar sesuai sunnah adalah kunci untuk memastikan setiap rupiah dan setiap kebaikan yang kita keluarkan menjadi pemberat timbangan amal dan pembuka pintu-pintu rahmat-Nya.

Memahami Makna dan Kedudukan Sedekah dalam Islam

Sebelum melangkah lebih jauh ke dalam teknis dan adab bersedekah, penting bagi kita untuk memiliki pemahaman yang kokoh tentang apa itu sedekah dan betapa agungnya kedudukannya dalam ajaran Islam. Sedekah, yang berasal dari kata shadaqa (benar atau jujur), adalah manifestasi dari kebenaran iman seseorang. Ini adalah bukti nyata bahwa seorang hamba mempercayai janji-janji Allah SWT, meyakini adanya hari pembalasan, dan memiliki rasa empati terhadap sesama makhluk ciptaan-Nya. Berbeda dengan zakat yang hukumnya wajib dengan kadar dan waktu yang telah ditentukan, sedekah bersifat sunnah (dianjurkan) dan tidak memiliki batasan nominal.

Cara Mendaftar untuk Donor Darah pada 22 Juni 2025
Klik pada gambar untuk daftar donor darah 22 juni 2025

Kedudukan sedekah sangat tinggi, seperti yang dijelaskan dalam banyak ayat Al-Qur'an dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 261, yang artinya, "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." Ayat ini secara gamblang menunjukkan bahwa sedekah bukanlah pengeluaran yang mengurangi harta, melainkan sebuah investasi yang akan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah SWT.

Lebih dari itu, Rasulullah SAW juga sering menekankan keutamaan sedekah sebagai pelindung dari api neraka dan penghapus dosa. Dalam sebuah hadis riwayat Tirmidzi, beliau bersabda, "Sedekah itu dapat memadamkan dosa sebagaimana air memadamkan api." Ini menunjukkan bahwa sedekah memiliki fungsi spiritual yang mendalam, yaitu membersihkan diri dari kesalahan dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Pemahaman ini menjadi fondasi awal untuk meluruskan niat dan menumbuhkan semangat dalam mengamalkan sedekah secara konsisten.

Niat yang Ikhlas: Fondasi Utama Sedekah yang Diterima

Inilah pilar terpenting dari setiap amalan, termasuk sedekah. Tanpa niat yang ikhlas, amalan sebesar gunung pun bisa menjadi debu yang beterbangan. Cara bersedekah yang benar sesuai sunnah dimulai dari hati, yaitu dengan meluruskan niat semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT, bukan karena ingin dipuji manusia (riya'), didengar orang lain (sum’ah), atau mengharapkan imbalan duniawi. Amalan yang ikhlas adalah amalan yang dilakukan dengan kesadaran penuh bahwa hanya Allah yang melihat, menilai, dan akan memberikan balasan yang setimpal.

Rasulullah SAW bersabda dalam hadis yang sangat fundamental, "Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya." (Muttafaqun 'alaih). Hadis ini menegaskan bahwa nilai sebuah perbuatan di mata Allah ditentukan oleh motif di baliknya. Seseorang bisa saja menyumbangkan jutaan rupiah, tetapi jika niatnya adalah untuk menaikkan citra diri, mendapatkan status sosial, atau tujuan politik, maka amalan tersebut tidak bernilai pahala di sisi Allah. Sebaliknya, seseorang yang bersedekah dengan jumlah kecil namun dilandasi keikhlasan murni, maka sedekahnya itu jauh lebih berat timbangannya.

Menjaga keikhlasan adalah perjuangan seumur hidup. Setan tidak akan pernah berhenti membisikkan godaan untuk merusak niat baik kita. Oleh karena itu, kita harus senantiasa introspeksi dan memperbarui niat setiap kali akan beramal. Ingatlah bahwa pujian manusia bersifat fana dan tidak akan memberikan manfaat apa pun di akhirat kelak. Fokuslah pada balasan abadi dari Allah SWT, yang tidak akan pernah menyia-nyiakan sekecil apa pun kebaikan yang dilakukan oleh hamba-Nya dengan tulus.

1. Meluruskan Niat Semata-mata karena Allah SWT

Niat karena Allah berarti tujuan utama dari sedekah kita adalah untuk mendapatkan cinta, ampunan, dan surga-Nya. Ini adalah level niat tertinggi yang membebaskan seorang hamba dari ketergantungan pada penilaian makhluk. Ketika kita bersedekah dengan niat ini, kita tidak akan merasa kecewa jika tidak ada yang mengucapkan terima kasih, tidak ada yang memuji, atau bahkan jika kebaikan kita dibalas dengan keburukan. Hati kita akan tetap lapang karena kita tahu bahwa transaksi kita adalah dengan Allah, Dzat Yang Maha Pemurah dan Maha Mengetahui.

Untuk melatih niat ini, biasakan berdoa sebelum, saat, dan sesudah bersedekah. Mohonlah kepada Allah agar Dia menerima amalan kita, membersihkan hati kita dari niat yang salah, dan menjadikannya murni untuk-Nya. Renungkanlah firman Allah dalam Surah Al-Insan ayat 9, di mana orang-orang beriman yang memberi makan orang miskin, anak yatim, dan tawanan berkata, "Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih." Inilah cerminan keikhlasan yang sesungguhnya.

2. Menjauhi Sifat Riya' dan Ujub dalam Bersedekah

Riya' (pamer) dan ujub (bangga diri) adalah dua penyakit hati yang dapat menghanguskan pahala sedekah. Riya' terjadi ketika seseorang melakukan amal kebaikan agar dilihat dan dipuji oleh orang lain. Sedangkan ujub adalah perasaan kagum dan bangga terhadap amalan sendiri, merasa diri lebih baik dari orang lain. Kedua sifat ini sangat dibenci oleh Allah SWT. Bahkan, riya' digolongkan sebagai syirik kecil (syirkul ashghar) yang sangat berbahaya.

Salah satu cara terbaik untuk menghindari riya' adalah dengan menyembunyikan amalan sedekah kita. Rasulullah SAW menyebutkan bahwa salah satu dari tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari kiamat adalah "seseorang yang bersedekah lalu ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya." (Muttafaqun 'alaih). Ini adalah kiasan yang menunjukkan betapa rahasianya sedekah tersebut, yang menjadikannya sangat murni dari potensi pamer. Meskipun bersedekah secara terang-terangan diperbolehkan dengan niat untuk memotivasi orang lain, bersedekah secara rahasia jauh lebih aman untuk menjaga keikhlasan hati.

Memilih Harta Terbaik dan Cara Memberikannya

Prinsip ini ditegaskan dalam firman Allah SWT, "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai." (QS. Ali 'Imran: 92). Ayat ini menjadi tamparan lembut bagi kita yang mungkin seringkali memilih barang yang paling usang atau uang receh yang tersisa di kantong untuk disedekahkan. Memberi dari harta yang kita cintai—entah itu uang kertas dengan nominal yang berarti bagi kita, pakaian yang masih bagus dan kita sukai, atau makanan lezat yang kita inginkan—memiliki nilai pahala yang jauh lebih besar karena di dalamnya terkandung ujian keimanan dan pengorbanan.

Selain kualitas harta, adab atau etika dalam memberikan juga sangat ditekankan. Memberikan sedekah harus dilakukan dengan wajah yang ramah, tutur kata yang baik, dan tanpa mengungkit-ungkit pemberian tersebut (al-mann) atau menyakiti perasaan si penerima (al-adza). Allah SWT berfirman, "Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima)." (QS. Al-Baqarah: 263). Jangan pernah membuat penerima sedekah merasa rendah diri, berutang budi, atau terhina. Perlakukan mereka dengan hormat, karena sejatinya kita sedang berterima kasih kepada mereka yang telah menjadi perantara sampainya pahala dari Allah kepada kita.

1. Bersedekah dari Harta yang Halal dan Dicintai

Syarat mutlak agar sedekah diterima adalah harta tersebut harus berasal dari sumber yang halal dan thayyib (baik). Allah adalah Dzat Yang Maha Baik dan hanya menerima yang baik-baik saja. Harta yang didapat dari cara yang haram seperti korupsi, riba, penipuan, atau pencurian, tidak akan diterima sedekahnya, bahkan pelakunya tetap menanggung dosa atas cara perolehan harta tersebut. Maka, pastikan setiap rupiah yang kita sedekahkan berasal dari jerih payah yang diberkahi.

Seperti yang telah disinggung, memberikan dari harta yang dicintai adalah level selanjutnya. Ini melatih jiwa kita untuk tidak terikat pada dunia. Ketika kita mampu melepaskan sesuatu yang kita sukai demi meraih cinta Allah, saat itulah kita membuktikan ketulusan iman kita. Contoh praktisnya, saat ingin bersedekah pakaian, pilihlah pakaian yang masih layak pakai dan bahkan mungkin masih menjadi favorit kita, bukan pakaian yang sudah sobek atau warnanya pudar. Dengan begitu, sedekah menjadi lebih bermakna baik bagi pemberi maupun penerima.

2. Memberikan dengan Tangan Kanan dan Kerahasiaan

Sunnah mengajarkan kita untuk menggunakan tangan kanan dalam melakukan hal-hal yang baik, termasuk saat memberi dan menerima. Memberikan sedekah dengan tangan kanan adalah bentuk penghormatan dan mengikuti adab yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Ini adalah detail kecil yang menunjukkan kesempurnaan ajaran Islam dalam mengatur setiap aspek kehidupan, bahkan dalam hal gestur tubuh saat berbuat kebaikan.

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, menjaga kerahasiaan dalam bersedekah memiliki keutamaan yang sangat tinggi. Hal ini membantu menjaga hati dari riya' dan membuat amalan lebih murni. Namun, perlu dicatat bahwa bersedekah secara terang-terangan tidak selamanya dilarang. Jika niatnya adalah untuk memberikan contoh yang baik dan mengajak orang lain untuk ikut bersedekah, maka hal itu diperbolehkan dan bahkan bisa mendatangkan pahala ganda: pahala sedekah itu sendiri dan pahala karena telah menjadi sebab orang lain berbuat baik. Kuncinya tetap kembali pada niat yang ada di dalam hati.

Menentukan Prioritas Penerima Sedekah Sesuai Sunnah

Islam adalah agama yang sangat teratur. Dalam bersedekah pun, ada skala prioritas yang dianjurkan oleh syariat untuk memaksimalkan dampak dan pahala. Meskipun memberikan bantuan kepada siapa pun yang membutuhkan adalah baik, mendahulukan mereka yang memiliki hak lebih utama adalah wujud ketaatan dan pemahaman yang mendalam terhadap ajaran agama. Prinsip utamanya adalah memulai dari lingkaran terdekat. Ini bukan berarti egois, melainkan sebuah strategi untuk membangun fondasi sosial yang kuat, dimulai dari unit terkecil yaitu keluarga.

Rasulullah SAW bersabda, "Mulailah dari dirimu sendiri, bersedekahlah untuk dirimu. Jika ada sisa, maka untuk keluargamu. Jika ada sisa, maka untuk kerabatmu. Jika ada sisa, maka untuk orang-orang di sekitarmu, dan seterusnya." (HR. Muslim). Hadis ini memberikan peta jalan yang sangat jelas. Prioritas utama adalah memastikan kebutuhan diri sendiri dan keluarga inti (istri, anak, orang tua) terpenuhi. Memberi nafkah kepada keluarga adalah sedekah yang paling utama dan hukumnya wajib.

Setelah keluarga inti, prioritas berikutnya adalah kerabat dekat yang membutuhkan, seperti paman, bibi, keponakan, atau sepupu. Membantu mereka memiliki dua nilai pahala: pahala sedekah dan pahala menyambung tali silaturahmi. Setelah itu, barulah sedekah diperluas jangkauannya kepada tetangga, anak yatim, fakir miskin di lingkungan sekitar, hingga untuk kepentingan umum seperti pembangunan masjid atau lembaga pendidikan.

Cara Bersedekah yang Benar Sesuai Sunnah Agar Diterima

1. Keluarga dan Kerabat Terdekat

Seringkali orang bersemangat membantu orang yang jauh, namun lalai terhadap kondisi kerabatnya sendiri. Padahal, sedekah terbaik adalah yang diberikan kepada keluarga. Rasulullah SAW bersabda, “Sedekah kepada orang miskin itu hanya satu sedekah, sedangkan sedekah kepada kerabat itu dua sedekah: sedekah dan menyambung silaturahmi.” (HR. Tirmidzi & Nasa’i). Ini adalah penegasan bahwa menolong kerabat yang sedang kesulitan finansial adalah amalan yang sangat dicintai Allah.

Pastikan orang tua, saudara kandung, dan kerabat lain yang kurang mampu menjadi prioritas utama dalam daftar penerima sedekah Anda. Bantuan ini tidak hanya meringankan beban mereka, tetapi juga menjaga kehormatan mereka agar tidak perlu meminta-minta kepada orang lain. Keharmonisan dan kekuatan ikatan keluarga adalah salah satu tujuan agung dari syariat Islam, dan sedekah kepada kerabat adalah salah satu instrumen terbaik untuk mencapainya.

2. Tetangga, Anak Yatim, dan Fakir Miskin

Setelah lingkaran keluarga dan kerabat, prioritas selanjutnya adalah orang-orang di sekitar kita. Tetangga memiliki hak yang sangat besar dalam Islam. Jangan sampai kita hidup dalam kelimpahan sementara tetangga di sebelah rumah kita kelaparan. Rasulullah SAW bahkan bersabda, “Bukanlah seorang mukmin, orang yang kenyang sementara tetangganya lapar.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad). Perhatikan kondisi tetangga terdekat, baik kanan, kiri, depan, maupun belakang.

Selanjutnya, anak yatim dan fakir miskin adalah golongan yang secara spesifik sering disebut dalam Al-Qur'an sebagai target utama penerima kebaikan. Menyantuni dan memuliakan anak yatim dijanjikan kedekatan dengan Rasulullah SAW di surga. Sementara membantu fakir miskin adalah wujud rasa syukur atas nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. Mendahulukan mereka yang berada di lingkungan terdekat lebih diutamakan sebelum membantu mereka yang berada di lokasi yang jauh.

Prioritas Penerima Sedekah Dalil/Contoh Anjuran Keutamaan Khusus
Keluarga Inti (Nafkah) "Dan berbuat baiklah kepada ibu bapakmu…" (QS. An-Nisa: 36) Pahala sedekah paling utama dan bersifat wajib.
Kerabat Dekat Hadis: "Sedekah kepada kerabat itu dua pahala…" (HR. Tirmidzi) Mendapat pahala sedekah dan pahala silaturahmi.
Tetangga Terdekat Hadis: "Bukan mukmin yang kenyang saat tetangganya lapar." (HR. Bukhari) Menjaga harmoni sosial dan menunaikan hak tetangga.
Anak Yatim & Fakir Miskin "Maka terhadap anak yatim, janganlah kamu berlaku sewenang-wenang…" (QS. Ad-Dhuha: 9) Kedekatan dengan Nabi di surga, menghapus dosa.
Ibnu Sabil (Musafir) Disebutkan dalam 8 Asnaf Zakat (QS. At-Taubah: 60) Membantu orang yang terputus bekalnya dalam perjalanan.
Sedekah Jariyah (Umum) Hadis: "Jika anak Adam wafat, terputus amalnya kecuali 3…" (HR. Muslim) Pahala yang terus mengalir bahkan setelah wafat.

Waktu dan Bentuk Sedekah yang Dianjurkan

Sedekah dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja. Setiap detik adalah waktu yang baik untuk berbuat kebaikan. Namun, ada waktu-waktu tertentu yang memiliki keutamaan lebih sehingga pahala yang didapatkan menjadi berlipat ganda. Memanfaatkan momentum-momentum emas ini adalah bentuk kecerdasan seorang mukmin dalam "berbisnis" dengan Allah SWT. Selain waktu, cara bersedekah yang benar sesuai sunnah juga mencakup pemahaman tentang ragam bentuk sedekah yang tidak terbatas pada materi.

Salah satu prinsip penting dalam bersedekah adalah melakukannya saat kita dalam keadaan sehat, masih memiliki keinginan terhadap harta, dan bahkan takut miskin. Rasulullah SAW ditanya, "Sedekah apakah yang paling besar pahalanya?". Beliau menjawab, "Engkau bersedekah pada saat kamu masih sehat, kikir (merasa sayang pada hartamu), takut miskin dan masih berangan-angan untuk menjadi kaya." (HR. Bukhari & Muslim). Bersedekah di saat lapang dan sehat seringkali lebih berat bagi jiwa dibandingkan saat sakit atau menjelang ajal, sehingga pahalanya pun lebih besar.

Di sisi lain, penting untuk diingat bahwa sedekah tidak melulu soal uang. Islam adalah agama yang inklusif dan memberikan jalan bagi setiap orang untuk beramal sesuai kemampuannya. Konsep sedekah diperluas hingga mencakup setiap perbuatan baik yang bermanfaat bagi orang lain. Ini membuka pintu pahala selebar-lebarnya bagi siapa saja, tanpa memandang status ekonomi mereka. Dari senyuman hingga menyingkirkan duri di jalan, semuanya bisa bernilai sedekah.

1. Waktu-Waktu Mustajab untuk Bersedekah

Beberapa waktu yang sangat dianjurkan untuk memperbanyak sedekah antara lain:

  • Bulan Ramadan: Pahala amal kebaikan dilipatgandakan di bulan suci ini. Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan, dan kedermawanan beliau memuncak di bulan Ramadan.
  • 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah: Ini adalah hari-hari di mana amal saleh paling dicintai oleh Allah SWT, bahkan melebihi jihad di jalan-Nya (kecuali orang yang pergi berjihad dengan jiwa dan hartanya lalu tidak kembali).

Hari Jumat: Sebagaisayyidul ayyam* (pemimpin para hari), beramal di hari Jumat memiliki keistimewaan tersendiri.

  • Waktu Subuh: Terdapat hadis yang menyebutkan bahwa setiap pagi, dua malaikat turun. Yang satu berdoa, "Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfak," dan yang satu lagi berdoa, "Ya Allah, berilah kehancuran bagi orang yang menahan hartanya."
  • Saat Terjadi Bencana atau Kesulitan: Bersedekah di saat orang lain sangat membutuhkan bantuan memiliki nilai yang sangat besar.

2. Ragam Bentuk Sedekah: Dari Harta hingga Senyuman

Islam mengajarkan bahwa setiap sendi tubuh manusia wajib bersedekah setiap harinya. Ini menunjukkan betapa luasnya makna sedekah. Berikut adalah beberapa bentuk sedekah non-materi yang diajarkan oleh Rasulullah SAW:
Senyuman: "Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah*.” (HR. Tirmidzi)
Menyingkirkan Gangguan di Jalan: Mengambil paku, batu, atau duri dari jalan adalahsedekah*.
Perkataan yang Baik (Kalimah Thayyibah*): Mengucapkan zikir, memberikan nasihat yang baik, atau sekadar berkata sopan.
Mendamaikan Dua Orang yang Berselisih: Ini dianggap sebagaisedekah* yang adil.

  • Membantu Orang Lain: Membantu seseorang naik ke kendaraannya atau mengangkatkan barang-barangnya.

Mengajarkan Ilmu: Ilmu yang bermanfaat yang diajarkan kepada orang lain akan menjadisedekah jariyah*.

FAQ – Pertanyaan Umum Seputar Sedekah

Q: Bolehkah kita bersedekah secara terang-terangan dan mempublikasikannya di media sosial?
A: Boleh, dengan syarat niatnya lurus untuk memotivasi orang lain agar ikut berbuat baik, bukan untuk pamer (riya'). Namun, ulama mengingatkan bahwa bersedekah secara sembunyi-sembunyi jauh lebih aman untuk menjaga keikhlasan hati dan lebih utama, sebagaimana disebutkan dalam hadis tentang tujuh golongan yang mendapat naungan Allah. Jika Anda tidak yakin mampu menjaga hati, maka merahasiakannya adalah pilihan terbaik.

Q: Bagaimana jika kita tidak punya harta untuk disedekahkan?
A: Islam tidak membebani siapa pun di luar kemampuannya. Jika tidak memiliki harta, pintu sedekah tetap terbuka lebar. Anda bisa bersedekah dengan tenaga (membantu orang lain), dengan lisan (bertasbih, berkata baik, memberi nasihat), dengan pikiran (mengajarkan ilmu), atau bahkan dengan senyuman tulus. Semua itu dihitung sebagai sedekah di sisi Allah SWT.

Q: Berapa jumlah minimal atau maksimal dalam bersedekah?
A: Tidak ada batasan minimal atau maksimal dalam sedekah sunnah. Prinsipnya adalah berikan yang terbaik sesuai kemampuan tanpa memberatkan diri sendiri dan keluarga. Sedekah sedikit namun rutin dan ikhlas lebih baik daripada sedekah besar tapi hanya sekali dan tidak ikhlas. Jangan menunda sedekah karena menunggu memiliki harta banyak.

Q: Apakah sedekah benar-benar bisa menghapus dosa?
A: Ya, benar. Rasulullah SAW bersabda, "Sedekah itu dapat memadamkan dosa sebagaimana air memadamkan api." (HR. Tirmidzi). Tentu saja, ini berlaku untuk dosa-dosa kecil antara hamba dengan Allah. Adapun dosa besar memerlukan taubat nasuha, dan dosa yang berkaitan dengan hak orang lain (seperti hutang atau pencurian) wajib diselesaikan terlebih dahulu dengan orang yang bersangkutan.

Kesimpulan

Pada hakikatnya, cara bersedekah yang benar sesuai sunnah adalah sebuah seni menata hati dan perbuatan agar selaras dengan apa yang dicintai oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Ini bukan sekadar tentang seberapa banyak yang kita beri, melainkan tentang bagaimana niat kita, dari mana harta itu berasal, siapa yang kita prioritaskan, dan bagaimana adab kita dalam memberikannya.

Keikhlasan adalah ruhnya, harta yang halal dan terbaik adalah jasadnya, prioritas yang tepat adalah arahnya, dan adab yang mulia adalah pakaiannya. Dengan memahami dan mengamalkan prinsip-prinsip ini, insya Allah setiap sedekah yang kita keluarkan akan menjadi benih kebaikan yang tumbuh subur, berbuah pahala yang melimpah, menjadi pelindung di hari kiamat, dan pada akhirnya mengantarkan kita menuju ridha dan surga-Nya.

***

Ringkasan Artikel

Artikel ini mengulas secara mendalam tentang cara bersedekah yang benar sesuai sunnah agar diterima Allah SWT. Poin utamanya adalah sedekah harus didasari oleh niat yang ikhlas semata-mata karena Allah dan dijauhkan dari sifat pamer (riya') atau bangga diri (ujub). Harta yang disedekahkan harus berasal dari sumber yang halal dan dianjurkan untuk memberikan dari harta yang terbaik dan dicintai, bukan barang sisa.

Artikel ini juga menekankan pentingnya adab dalam memberi, seperti menggunakan tangan kanan, menjaga kerahasiaan untuk memelihara ikhlas, serta tidak mengungkit-ungkit pemberian atau menyakiti perasaan penerima. Terdapat skala prioritas penerima sedekah yang dianjurkan, yaitu dimulai dari keluarga inti, kerabat dekat, tetangga, anak yatim, dan fakir miskin.

Terakhir, dibahas pula mengenai waktu-waktu utama untuk bersedekah seperti di bulan Ramadan dan 10 hari awal Dzulhijjah, serta diperluasnya konsep sedekah yang tidak hanya terbatas pada harta, melainkan juga mencakup beragam bentuk kebaikan seperti senyuman, perkataan yang baik, dan menyingkirkan duri di jalan. Secara keseluruhan, sedekah yang benar adalah kombinasi dari niat yang lurus, harta yang baik, cara yang santun, dan prioritas yang tepat.

Kita Bersedekah

Writer & Blogger

Temukan panduan lengkap, cerita inspiratif, dan cara berkontribusi positif untuk membuat perbedaan dalam kehidupan orang lain.

You May Also Like

Kitabersedekah.com adalah sumber informasi lengkap tentang sedekah dan kebaikan.

You have been successfully Subscribed! Ops! Something went wrong, please try again.

Contact Us

Ada pertanyaan? Kami siap membantu! Hubungi dan kami sangat senang mendengar dari Anda!

© 2025 kitabersedekah.com. All rights reserved.